Home / PEMERINTAHAN / Harga Elpiji 3 Kg di Ngawi Masih Tinggi, Pemkab Terkesan Lamban Penanganannya

Harga Elpiji 3 Kg di Ngawi Masih Tinggi, Pemkab Terkesan Lamban Penanganannya

Deretan tabung elpiji 3 kg di sebuah warung di Ngawi dengan papan bertuliskan “Kosong” akibat kelangkaan stok, Selasa (15/7/2025). Harga di lapangan menembus Rp25 ribu, jauh di atas HET yang ditetapkan. (Dok.JurnalMediaNusa)

Ngawi (JurnalMediaNusa) – Setelah sorotan publik terhadap lonjakan harga elpiji 3 kilogram yang menembus Rp25 ribu, kondisi di lapangan hingga Selasa (15/7/2025) belum menunjukkan tanda-tanda penurunan signifikan. Di beberapa wilayah seperti Kecamatan Paron, Jogorogo, Sine, dan Kedunggalar, warga mengaku masih kesulitan mendapatkan tabung gas melon tersebut di harga eceran yang wajar.

Dari pantauan tim JurnalMediaNusa, harga gas elpiji di pengecer warung kelontong berkisar antara Rp24 ribu – Rp25 ribu per tabung. Bahkan, di beberapa lokasi pedesaan, harga sempat menyentuh Rp27 ribu karena langka stok dan tingginya permintaan.

Menyikapi kondisi ini, sejumlah warga mendesak Pemerintah Daerah segera turun ke lapangan untuk menggelar operasi pasar atau sidak gabungan guna menertibkan rantai distribusi.

“Kami sudah tahu HET-nya Rp18 ribu, tapi nyatanya tidak ada yang jual segitu. Pemerintah jangan cuma awasi, tapi juga harus bertindak,” kata Langeng W, warga Desa Dawung, Kecamatan Jogorogo.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Tenaga Kerja (DPPTK) Ngawi Kusumawati Nilam mengaku terus melakukan koordinasi dengan Pertamina dan Hiswana Migas terkait pengalokasian dan pemetaan distribusi gas elpiji bersubsidi.

“Namun hingga kini belum ada intervensi langsung berupa operasi pasar maupun penindakan terhadap pengecer nakal. Kemungkinan yang bermain harga ada di level bawah,” ujar Nilam, saat dikonfirmasi tim JurnalMediaNusa, Selasa (15/7).

Meski masyarakat dapat mengakses ketersediaan elpiji 3 kg melalui aplikasi Subsiditepat LPG (https://subsiditepatlpg.mypertamina.id/infolpg3kg), banyak warga mengaku belum mengetahui atau kesulitan menggunakan aplikasi tersebut.

“Kalau masyarakat kecil disuruh akses aplikasi, ya susah. Banyak yang tidak punya HP Android, apalagi bisa buka aplikasi kayak begitu,” keluh Rasminah, ibu rumah tangga di Kecamatan Kedunggalar.

Pemerhati kebijakan publik di Ngawi, Dwi Santoso, menilai bahwa salah satu penyebab terus terjadinya kelangkaan dan lonjakan harga adalah lambannya pengawasan langsung di lapangan serta tidak terbukanya data distribusi dari agen hingga pengecer.

“Selama data distribusi LPG dari agen ke pangkalan tidak terbuka untuk publik, praktik penimbunan dan spekulasi harga akan terus terjadi. Apalagi ditambah penanganan dari Pemkab Ngawi terkesan lamban,” ujarnya.

Kondisi ini juga membuka peluang munculnya praktik mafia gas elpiji yang bermain di tingkat pengecer. Dugaan ini diperkuat dengan fakta bahwa banyak pengecer menjual di atas HET secara terang-terangan, namun tanpa tindakan tegas dari pihak berwenang.

Jika tidak segera diatasi, persoalan ini dikhawatirkan akan berdampak luas terhadap daya beli masyarakat dan kestabilan ekonomi rumah tangga, terutama di sektor informal.(Rek)

Like and Share
Tag: