Home / BERITA / POLITIK / Mangkir Dua Kali, Kejari Ngawi Disorot di Kasus Lahan GFT

Mangkir Dua Kali, Kejari Ngawi Disorot di Kasus Lahan GFT

Petugas Kejari Ngawi mengawal seorang perempuan usai menjalani pemeriksaan. (Dok.JurnalMediaNusa)

Ngawi (JurnalMediaNusa) – Aroma ketidakberesan dalam kasus dugaan gratifikasi pembebasan lahan PT GFT kian menguat. Dua kali sidang praperadilan Notaris Nafiaturrohmah batal digelar lantaran Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngawi tidak hadir. Publik pun mulai mempertanyakan, apakah absensi berulang ini sekadar kelalaian atau bagian dari strategi mengulur waktu?

Kuasa hukum Nafiaturrohmah, Heru Nugroho, menuding Kejari sengaja menghindari pengujian hukum. Ia menilai, jika proses penetapan tersangka memang sah dan sesuai prosedur, Kejari tidak punya alasan untuk mangkir dari ruang sidang. “Ketidakhadiran ini justru memperkuat dugaan bahwa ada yang tidak beres dalam proses hukum sejak awal,” tegas Heru.

Majelis hakim akhirnya menjadwalkan ulang sidang praperadilan untuk Jumat (19/9/2025). Namun, absennya jaksa di dua agenda sidang sebelumnya sudah cukup memunculkan tanda tanya besar: apakah Kejari benar-benar siap menghadapi gugatan, atau justru gentar menghadapi pembuktian di depan hakim?

Kepala Seksi Intelijen Kejari Ngawi, Danang Yudha Prawira, berdalih bahwa absensi tim kejaksaan terjadi karena jadwal berbenturan dengan sidang Winarto di Pengadilan Tipikor Surabaya. Meski begitu, alasan tersebut dianggap publik tidak cukup kuat, sebab perkara yang menyangkut pejabat politik dan notaris jelas membutuhkan prioritas dan transparansi.

Lebih jauh, Kejari Ngawi juga kembali memanggil Nafiaturrohmah pada Rabu (17/9/2025). Akan tetapi, hingga kini pihak kejaksaan tetap bungkam terkait alasan pemanggilan ulang tersebut. “Terkait substansi atau maksud dan tujuan kami belum bisa memberikan keterangan lebih detail,” ujar Danang singkat.

Sikap tertutup ini justru menambah tekanan publik. Sorotan kini tidak hanya tertuju pada proses hukum yang cacat prosedur, tetapi juga pada integritas Kejari Ngawi dalam menangani perkara bernilai miliaran rupiah yang menyeret pejabat politik dan pejabat publik.

Sidang praperadilan ini bukan sekadar uji sah atau tidaknya penetapan tersangka. Lebih dari itu, ia menjadi barometer transparansi hukum di daerah. Publik menunggu apakah Kejari Ngawi mampu menjawab tudingan kejanggalan, atau justru memperlihatkan wajah buram penegakan hukum yang rapuh di hadapan kepentingan besar.(Saa)

Like and Share
Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *