Home / KOLOM / OPINI / Demo Anarkis: Suara Rakyat atau Kedok Penumpang Gelap?

Demo Anarkis: Suara Rakyat atau Kedok Penumpang Gelap?

Ilustrasi demonstrasi anarkis yang menyoroti adanya kemungkinan penumpang gelap di balik tuntutan keadilan. (Dok.JurnalMediaNusa)

Penulis : Redaksi JurnalMediaNusa

Aksi demonstrasi selalu menjadi ruang rakyat untuk bersuara. Di situlah kritik disampaikan, aspirasi diperdengarkan, dan keadilan dituntut. Namun, belakangan wajah demo mulai bergeser: bukan lagi orasi damai yang mendominasi, melainkan aksi anarkis yang merusak fasilitas, membakar emosi, dan menebar ketakutan di tengah masyarakat.

Pertanyaan pun muncul: apakah ini masih murni suara rakyat, atau ada penumpang gelap yang menunggangi?

Penumpang gelap dalam gerakan massa ibarat bayangan. Mereka hadir tanpa wajah, memprovokasi tanpa tanggung jawab, lalu menutupinya dengan teriakan “demi keadilan”. Padahal, tujuan mereka bukan memperjuangkan rakyat, melainkan mencari panggung untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Ironisnya, rakyat kecil justru yang paling menderita. Pedagang kehilangan dagangan, pekerja sulit mencari nafkah, fasilitas umum rusak, dan rasa aman warga terenggut. Dengan dalih menuntut keadilan, mereka justru menanamkan ketidakadilan baru bagi sesama.

Di sinilah publik harus lebih jeli. Aspirasi tulus dan perjuangan sejati tidak butuh kekerasan. Keadilan tidak lahir dari lemparan batu atau kobaran api, melainkan dari keberanian menyuarakan kebenaran dengan cara yang bermartabat.

Negara pun tidak boleh hanya hadir dengan pagar besi dan tameng aparat. Lebih dari itu, pemerintah harus membuka ruang dialog, mendengar keluhan rakyat, sekaligus bertindak tegas pada provokator yang membajak gerakan.

Demokrasi akan sehat bila kritik disampaikan dengan damai, aspirasi diterima dengan terbuka, dan rakyat tidak lagi menjadi korban provokasi. Dengan begitu, publik bisa menilai: siapa yang sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat, dan siapa yang sekadar menjadi penumpang gelap di balik teriakan keadilan.

Like and Share
Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *