Home / RAGAM / RELIGI / Makna 10 Muharam: Momentum Iman, Empati, dan Refleksi Diri

Makna 10 Muharam: Momentum Iman, Empati, dan Refleksi Diri

Penulis: Kyai Maksum Mundhofar

Editor:Red.JurnalMediaNusa

10 Muharam, yang dikenal sebagai Hari Asyura, merupakan salah satu hari yang memiliki kedudukan istimewa dalam kalender Islam. Bagi umat Muslim, hari ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan momentum spiritual yang sarat makna historis, keimanan, dan kepedulian sosial.

Sejarah dan Keistimewaan Hari Asyura

Dalam sejarah Islam, 10 Muharam mengandung banyak peristiwa penting. Salah satu yang paling dikenal adalah kisah keselamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun. Saat tiba di Madinah, Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk syukur. Beliau pun menganjurkan umat Islam untuk ikut berpuasa Asyura.

“Puasa pada hari Asyura dapat menghapus dosa-dosa kecil selama setahun yang lalu,” demikian sabda Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Muslim. Karenanya, banyak umat Islam yang menjalankan ibadah puasa sunnah pada hari tersebut sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT.

Makna Spiritual: Kesabaran dan Keteguhan Iman

Hari Asyura juga mengajarkan nilai kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian. Selain kisah Nabi Musa, 10 Muharam juga diperingati sebagai hari gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain bin Ali, di Padang Karbala. Peristiwa tersebut menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan dan kebatilan, sekaligus pengingat akan pentingnya prinsip dan moral dalam menjalani hidup.

Momentum Sosial: Berbagi dan Menyayangi Anak Yatim

Dalam budaya masyarakat Muslim Indonesia, 10 Muharam identik dengan santunan anak yatim. Banyak masjid, yayasan, dan komunitas menggelar kegiatan sosial seperti berbagi makanan, sedekah, dan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” seraya beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkannya. (HR. Bukhari)

Kegiatan sosial di Hari Asyura memperkuat nilai empati dan solidaritas dalam masyarakat, sekaligus menjadi ladang amal bagi umat Islam untuk saling menolong dan memperhatikan kaum lemah.

Refleksi dan Muhasabah Diri

10 Muharam juga menjadi titik awal yang tepat untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri) di tahun baru Hijriah. Umat Islam diajak merefleksikan perjalanan hidup, memperbaiki kekurangan, dan memperkuat komitmen spiritual di tahun yang baru.

Dalam konteks kehidupan modern yang sarat tantangan dan disrupsi, nilai-nilai Asyura menjadi pegangan penting: memperkuat akidah, menjaga akhlak, serta menumbuhkan kepedulian sosial yang berkelanjutan.

Hari Asyura bukan hanya tentang sejarah atau ritual, melainkan cermin nilai-nilai Islam yang luhur: kesabaran, pengorbanan, dan kasih sayang. Momentum 10 Muharam menjadi ajakan untuk memperkuat keimanan, memperluas empati, serta memperbaiki hubungan dengan sesama dan Sang Pencipta.

Semoga Asyura tahun ini membawa keberkahan dan semangat baru untuk menjadi pribadi yang lebih baik, penuh kasih, dan peduli terhadap sesama.

Like and Share
Tag: